Tata Kelola Pemerintahan: Media Sosial dan Pers sebagai Watch Dog Meritokrasi

Oleh: M. Harry Mulya Zein
⁃ Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jakarta

JAKARTA, (gerbangbanten.com) – KEMAJUAN Teknologi Informatika yang saat ini serba internet dan ditandai dengan maraknya penggunaan media sosial dan media pers sebagai sarana komunikasi, ada secercah harapan berjalannya kontrol sosial.

Setidaknya, kontrol sosial yang sekarang banyak dilakukan netizen melalui media sosial diharapkan berfungsi sebagai watch dog atau penjaga keterbukaan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan.

Salah satunya yang telah dipantau oleh netizen adalah meritokrasi atau sistem politik yang memberikan penghargaan kepada orang yang berprestasi atau memiliki kemampuan/ kompetensi.

Kekompakan netizen dalam melakukan serangan kritik, dan juga digaungkan oleh media pers, patut mendapat acungan jempol. Sebagai contoh, tingkah laku dan ucapan Gus Miftah selaku Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan dicermati, lalu dikritik oleh netizen beramai-ramai.

Netizen tidak melanggar aturan, karena setiap warga negara diberi kebebasan menyampaikan pendapat baik melalui lisan maupun tulisan sebagaimana termaktub dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

Netizen menyampaikan pendapat yang membandingkan antara tindakan, ucapan, dan kompetensi serta kepatutan Gus Miftah sebagai utusan khusus presiden. Malangnya ketika memberikan ceramah di suatu acara, Gus Miftah yang penceramah agama itu menyampaikan kata-kata kasar terhadap penjual es teh yang menawarkan kepada Gus Miftah agar memborongnya.

Spontan ucapan dan tindakannya diserang para netizen bertubi-tubi, sampai ampun-ampunan, dan akhirnya mengundurkan diri sebagai
utusan khusus presiden, pada Jumat, 6 Desember 2024, setelah Gus Miftah meminta maaf kepada penjual es teh yang menjadi sasaran kata-kata kasar yang
bernada menghina.

Kompetensi Gus Miftah sebagai utusan khusus
presiden kemudian disorot dan dipertanyakan. Pertanyaan pun dilontarkan: Apakah tidak ada orang yang punya kompetensi tinggi sebagai staf khusus presiden? Pertanyaan ini mengusik kesungguhan pemerintah pimpinan Prabowo Subianto dalam penerapan meritokrasi.

Namun demikian, pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Milad Muhammadiyah ke 112 di Universitas Muhammadiyah Kupang tanggal 4
Desember 2024 menyampaikan komitmennya dalam membangun tata kelola birokrasi pemerintahan yang bersih dan melayani demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Komitmen presiden Prabowo Subianto ini bukan isapan jempol belaka dan bahkan sudah langsung tindakan nyata yang dilakukan oleh
Menteri Pertanian sebagai pembantu presiden. Kementerian pertanian telah lebih dahulu melakukan reformasi birokasi.

Reformasi birokrasi
merupakan proses yang komplek dan terus menerus. Di tengah dinamika global yang cepat berubah, tantangan dalam reformasi birokrasi menjadi semakin signifikan. Tujuan utama reformasi birokrasi ini adalah untuk meningkatkan efesiensi, transfaransi dan akuntabilitas dalam pelayanan public (Osborne & Gaebler, 1992).

Perubahan lingkungan global, seperti kemajuan teknologi dan demografis, memberikan tekanan pada struktur birokrasi yang ada. Birokrasi harus beradaptasi dengan perubahan ini untuk tetap relevan
dan efektif (Hood & Margetts, 2007).

Birokrasi seringkali mendapat tekanan politik dan tuntutan sosial yang berubah-ubah. Hal ini memerlukan kemampuan untuk menyeimbangkan kepentingan beragam kelompok sambil mempertahankan netralitas dan profesionalisme (Peters, 2010). Integrasi teknologi dalam birokrsi membawa tantangan
tersendiri. Meskipun teknologi menawarkan potensi untuk efesiensi yang lebih besar, ada juga risiko terkait dengan privasi data dan kemanan siber (Dunleavy et al., 2006). Hambatan utama dalam reformasi birokrasi adalah resistensi dalam organisasi itu sendiri. Perubahan seringkali ditentang
karena ketidakpastian atau ketakutan akan kehilangan kekuasaan (Kotter,1995). Reformasi birokrasi memerlukan pelatihan dan pengembangan sumberdaya aparaturnya untuk memastikan bahwa pegawai dapat beradaptasi dengan perubahan dan memenuhi tuntutan baru.

Sebenarnya, kunci keberhasilan menjalankan reformasi birokrasi dengan penerapan rekruitmen para penyelenggara negara berbasis meritokrasi (merit system). Keberhasilan lainnya adalah penerapan e-government yang semakin masif, inovasi pelayanan publik yang cepat serta penyelenggara negara yang berintegritas. Capaian kinerja penerapan system merit sudah dilakukan era pemerintahan terdahulu.

Hanya sayang Lembaga Negara penjaga system merit yakni KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) yang sudah didirikan melalui Undang-
undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN (Aparatur Sipil Negara) dihapus.

Padahal keberadaan KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) itu sangat utama dan menentukan dalam manajemen ASN (Aparatur Sipil Negara). Fungsi dan peranan KASN dalam konteks komprehensif merupakan Lembaga pengawasan pelaksanaan system merit yang
bersifat netral dan independent. Mengawal dan melakukan pelaksanaan pengawasan system merit manajemen ASN, penegakan nilai dasar, kode etik dan prilaku serta netralitas, yang mandiri bebas intervensi politik.

System merit adalah kebijakan dalam manajemen ASN dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan ASN dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut sumber data Baran Kepegawaian Negara (BKN) tercatat 4.286.918 PNS dengan komposisi status jabatannya sebagai berikut: (a) Pelaksana (Administrasi umum) 39%; (b) Tenaga Guru 35%; Teknis termasuk tenaga kesehatan 15% dan Struktural 11%. Sementara jumlah formasi jabatan Pimpinan Tinggi tercatat ada 14,644 dan formasi jumlah
non-JPT (jabatan pimpinan tinggi) 311,266 serta jabatan pelaksana tercatat 197,110 pegawai. Langkah Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk mendorong reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) merupakan langkah strategis untuk membangun merit system. Apa yang disebut dengan sistem merit adalah,
salah satu penegakan birokrasi pemerintahan yang mengedepankan penilaian meritokrasi ketimbang spoil system—sebuah system yang
dibangun atas dasar praktek buruk yakni, kolusi, korupsi dan nepotisme di dalam Birokrasi. Ini menjadi penting karena birokrasi sejatinya berperan sebagai pelaksana berbagai kebijakan, dimana dalam tatanan ketatanegaraan kita, apapun produk kebijakan yang dihasilkan oleh sistem politik dan pemerintahan, muara pelaksanaannya ada di tangan birokrasi, dan dengan demikian maka baik atau buruknya implementasi kebijakan akan sangat bergantung pada birokrasi.

Dampak Ketiadaan KASN.
Pengahapusan KASN dan tidak tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dapat berdampak negatif dalam pengelolaan SDM aparatur, antara lain, pertama, terhambatnya pembangunan sistem
merit di seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah sebagai prioritas
nasional dan strategi nasional pencegahan korupsi.

Kedua, kemungkinan banyaknya pelanggaran dalam proses pengisian jabatan dalam birokrasi akan lebih didasarkan subjektivitas pimpinan instansi, karena unsur like and dislike, besar kecilnya
dukungan politik, dan unsur patrimonial. Dampak lanjutannya adalah merebaknya transaksi, jual beli jabatan yang sekarang ini telah menodai birokrasi kita.

Proses mutasi atau promosi jabatan dapat dijadikan instrumen transaksi sebagai sumber pendapatan untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan oleh pejabat politik pada saat mengikuti perhelatan PEMILUKADA.

Implikasi yang ketiga, potensi akan lenyapnya perlindungan terhadap ASN yang diperlakukan sewenang-wenang oleh pimpinan
instansi pemerintah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian. Kondisi seperti ini, kemungkinan para ASN tidak nyaman dalam bekerja. Ada kekhawatiran segenap ASN tiba-tiba dicopot dari jabatannya tanpa alasan yang jelas.

Oleh karena itu keberadaan lembaga pelaksanaan pengawasan sistem merit dalam manajemen ASN menjadi sangat penting, guna menciptakan sosok ASN yang kompeten dan berkinerja tinggi di semua lapisan sesuai dengan paradigma baru dalam manajemen pemerintahan.

Prinsip reformasi organisasi sebagaimana konsep Gerald E Caiden,1978 dikatakan Administrative Reform, bahwa Aparatur Pemerintahan lebih berdaya guna bersikap antisipatif terhadap tuntutan reformasi pembangunan, sehingga keahlian serta keterampilan yang dimiliki dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan orang banyak.

Pengawasan meritokrasi ini diharapkan adanya pembentukan lembaga baru di bawah komando langsung presiden guna menciptakan tata kelola birokrasi yang bersih dan melayani. Semoga!

(Penulis adalah Dosen IPDN Jakarta dan Alumnus S3 Ilmu
Pemerintahan FISIP UNPAD)

Pos terkait