Prabowo Tegaskan Empat Fokus Politik Lima Tahun Ke Depan

Oleh Nova Keiysa Mutia

Pendahuluan

Pidato pelantikan presiden selalu menjadi momen penting dalam perjalanan politik suatu negara. Selain menandai awal kepemimpinan baru, pidato ini juga berfungsi sebagai arahan kebijakan yang akan diambil selama masa jabatan. Dalam konteks demokrasi, pidato politik bukan hanya sekadar janji, tetapi juga kontrak sosial antara pemerintah dengan rakyat. Seperti yang dijelaskan oleh Miriam Budiardjo (2010), janji politik merupakan instrumen legitimasi; ketika ditepati, kepercayaan masyarakat akan meningkat, tetapi jika diingkari, legitimasi akan terkikis.

Hal ini sejalan dengan pandangan Robert Dahl (1998) yang menekankan bahwa demokrasi substantif hanya terwujud apabila kebijakan yang dijalankan sesuai aspirasi rakyat, bukan sekadar hasil kemenangan elektoral. Dengan demikian, pidato perdana presiden pasca pelantikan bukan hanya seremoni, tetapi juga menjadi ukuran awal konsistensi pemerintahan dalam mewujudkan janji-janji kampanyenya.
Dalam pidato pelantikan setelah Pemilu 2024, Presiden Prabowo Subianto menegaskan empat fokus utama yang akan dijalankan lima tahun ke depan, yaitu penguatan ekonomi, pengembangan sumber daya manusia, pertahanan, dan diplomasi internasional. Empat fokus ini tidak hanya penting bagi pembangunan nasional, tetapi juga menjadi tolok ukur apakah janji kampanye benar-benar bisa diwujudkan.

Ekonomi: Perkuat UMKM dan Lapangan Kerja
Dalam bidang ekonomi, Prabowo menegaskan pentingnya memperkuat UMKM serta menciptakan lebih banyak lapangan kerja. UMKM telah lama menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja menurut data Kementerian Koperasi dan UKM. Dengan memperkuat sektor ini, diharapkan daya saing nasional meningkat dan kesejahteraan masyarakat bisa lebih merata.

Namun, tantangan tetap besar. Data BPS 2025 menunjukkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,12 persen, angka yang cukup stabil di tengah gejolak global. Meski demikian, angka pengangguran masih tinggi, terutama di kalangan lulusan baru perguruan tinggi. Janji membuka lapangan kerja luas harus benar-benar diterjemahkan dalam kebijakan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat kecil.

Selain itu, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijanjikan dengan anggaran besar Rp450 triliun untuk menjangkau 80 juta anak masih jauh dari target. Hingga September 2025, realisasinya baru menjangkau sekitar 3 juta penerima, dengan anggaran yang turun menjadi Rp71 triliun. Hal ini menimbulkan keraguan publik, karena program yang seharusnya membantu gizi anak sekaligus mendukung ekonomi lokal justru berjalan lambat.

Sumber Daya Manusia: Investasi untuk Masa Depan

Fokus kedua adalah pengembangan sumber daya manusia. Prabowo menekankan pentingnya pendidikan dan kesehatan sebagai kunci keberhasilan pembangunan jangka panjang. SDM yang unggul akan menentukan daya saing bangsa di tengah persaingan global.

Namun, kondisi di lapangan menunjukkan masih adanya kendala. Angka stunting memang berhasil turun dari 24,4 persen pada 2024 menjadi 21,6 persen pada 2025, tetapi masih jauh dari target WHO sebesar 14 persen. Program pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar memang diperluas hingga mencakup lebih dari 20 juta siswa, tetapi survei BPS 2025 mencatat sekitar 40 persen orang tua di pedesaan masih merasa terbebani biaya sekolah, seperti seragam, transportasi, dan ekstrakurikuler.

Dengan demikian, janji meningkatkan kualitas SDM tidak bisa hanya berhenti pada perluasan akses, tetapi juga harus menyentuh kualitas tenaga pendidik, kurikulum yang relevan, serta pemerataan fasilitas pendidikan antarwilayah. Jika tidak, ketimpangan pendidikan antara Jawa dan luar Jawa akan tetap besar.

Pertahanan: Modernisasi Militer

Dalam bidang pertahanan, Prabowo menekankan pentingnya modernisasi militer untuk menjaga kedaulatan negara. Posisi strategis Indonesia di kawasan Indo-Pasifik, termasuk potensi konflik di Laut Cina Selatan, menuntut kesiapan pertahanan yang lebih baik.

Modernisasi tidak hanya berarti pembelian alutsista baru, tetapi juga menyangkut pembaruan strategi, doktrin militer, dan peningkatan kesejahteraan prajurit. Akan tetapi, RAPBN 2025 hanya mengalokasikan sekitar 0,8 persen PDB untuk anggaran pertahanan, jauh lebih rendah dibanding negara tetangga seperti Singapura (3 persen PDB). Hal ini menunjukkan bahwa ambisi modernisasi pertahanan bisa terhambat oleh keterbatasan anggaran negara.

Diplomasi: Peran Aktif di Dunia Internasional

Fokus keempat adalah diplomasi internasional. Prabowo menekankan pentingnya menjalin kerja sama yang saling menguntungkan dan menjaga kepentingan nasional. Indonesia diharapkan berperan lebih aktif dalam forum internasional, baik ASEAN, G20, maupun BRICS.
Tantangan diplomasi Indonesia adalah menjaga posisi netral di tengah persaingan negara besar, terutama Amerika Serikat dan Tiongkok. Selain itu, diplomasi ekonomi juga harus diarahkan pada peningkatan ekspor, pengembangan energi hijau, serta perlindungan pekerja migran. Jika berhasil, diplomasi tidak hanya akan memperkuat posisi Indonesia di dunia, tetapi juga berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.

Analisis: Janji vs Realita

Empat fokus yang disampaikan Prabowo sejalan dengan visi kampanye yang dijanjikan sebelumnya. Namun, realita pada tahun pertama menunjukkan bahwa implementasinya tidak semudah retorika politik. Program ekonomi seperti MBG

masih terbatas, ketimpangan pendidikan masih tinggi, modernisasi pertahanan terhambat anggaran, dan diplomasi menghadapi tantangan geopolitik besar.

Di sinilah terlihat adanya kesenjangan antara janji dan kenyataan. Janji kampanye memang menjadi modal legitimasi, tetapi keberhasilan pemerintahan diukur dari sejauh mana janji itu diwujudkan dalam kebijakan nyata.

Kesimpulan

Pidato pelantikan Presiden Prabowo yang menegaskan empat fokus utama memberikan harapan besar bagi masa depan Indonesia. Fokus pada ekonomi, SDM, pertahanan, dan diplomasi adalah pilar penting untuk membawa Indonesia menjadi negara maju.

Namun, pengalaman tahun pertama menunjukkan bahwa janji politik tidak mudah diwujudkan. Ada hambatan anggaran, birokrasi, serta tantangan global yang memperlambat realisasi. Meski begitu, pemerintahan masih memiliki waktu untuk membuktikan komitmennya.

Sebagai bagian dari kontrak sosial, janji politik harus dijalankan secara konsisten agar kepercayaan rakyat tetap terjaga. Tanpa itu, demokrasi Indonesia berisiko menghadapi krisis legitimasi. Oleh karena itu, empat fokus Prabowo harus benar- benar ditransformasikan menjadi kebijakan nyata, bukan sekadar retorika politik.

Penulis adalah Mahasiswa Semester 1, Pengantar Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP UNTIRTA

Pos terkait