Pembangunan PIK 2 di Pontang, Tirtayasa, dan Tanara: Antara Harapan dan Kekhawatiran

Oleh : Dzikry Tri Isnwan
Mahasiswa unpam serang
Prodi Ilmu pemerintahan

TANGERANG, (gerbangbanten.com) – Pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di kawasan Pontang, Tirtayasa, dan Tanara menjadi salah satu isu hangat yang menarik perhatian masyarakat. Di tengah harapan akan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan infrastruktur, terdapat kekhawatiran mendalam dari masyarakat lokal mengenai dampak sosial yang mungkin ditimbulkan oleh proyek ini.

Salah satu dampak sosial yang paling mencolok adalah potensi hilangnya mata pencaharian bagi warga yang bergantung pada pertanian dan perikanan. Banyak petani dan nelayan di daerah ini yang khawatir lahan mereka akan tergerus oleh pembangunan. Kehilangan akses terhadap lahan pertanian dan tambak tidak hanya mengancam keberlangsungan hidup mereka, tetapi juga dapat memperburuk kondisi ekonomi masyarakat yang sudah rentan. Dalam konteks ini, pemerintah harus memastikan bahwa hak-hak masyarakat dilindungi dan bahwa mereka tidak menjadi korban dari proyek pembangunan yang seharusnya membawa manfaat.

Lebih jauh lagi, penyerobotan lahan yang sering kali terjadi dalam konteks Proyek Strategis Nasional (PSN) menambah kompleksitas masalah ini. Banyak kasus menunjukkan bahwa lahan masyarakat diambil dengan alasan pembangunan yang dianggap untuk kepentingan umum, tetapi sering kali tanpa proses yang transparan. Ganti rugi yang ditawarkan kepada pemilik lahan sering kali jauh dari nilai pasar yang wajar, menciptakan ketidakpuasan yang mendalam di kalangan masyarakat. Hal ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga dapat memicu ketegangan sosial yang lebih luas.

Dampak kesehatan dan lingkungan juga tidak bisa diabaikan. Pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dapat menyebabkan pencemaran dan kerusakan ekosistem, yang pada gilirannya berdampak pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, studi dampak lingkungan yang komprehensif harus dilakukan sebelum proyek dilaksanakan, dan langkah-langkah mitigasi harus diimplementasikan untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Di sisi lain, ada harapan bahwa PIK 2 dapat membawa peluang ekonomi baru, seperti lapangan kerja dan peningkatan infrastruktur. Namun, harapan ini harus diimbangi dengan tanggung jawab untuk memastikan bahwa pembangunan tidak merugikan masyarakat lokal. Pemerintah perlu mengedepankan prinsip keberlanjutan dan keadilan sosial dalam setiap kebijakan yang diambil.

Untuk mengatasi masalah penyerobotan lahan dan ganti rugi yang tidak sesuai, penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk melakukan dialog terbuka dengan masyarakat. Proses penilaian dan ganti rugi harus dilakukan secara transparan dan melibatkan pemilik lahan. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses ini, diharapkan akan tercipta kepercayaan dan mengurangi potensi konflik. Selain itu, regulasi yang ketat terkait pengadaan tanah untuk proyek publik harus ditegakkan, termasuk penegakan hukum terhadap praktik penyerobotan lahan yang tidak sah.

Dalam kesimpulannya, pembangunan PIK 2 di Pontang, Tirtayasa, dan Tanara adalah sebuah langkah besar yang membawa harapan sekaligus tantangan. Untuk mencapai keseimbangan antara pembangunan dan perlindungan hak-hak masyarakat, diperlukan dialog yang konstruktif dan kebijakan yang inklusif. Hanya dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan benar-benar memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama masyarakat lokal yang menjadi garda terdepan dalam menghadapi dampak dari proyek ini.

Pos terkait