Oleh: Izza Fatmalatuzahro
BANTEN, (gerbangbanten.com) – Belakangan ini masyarakat Banten kembali diguncang oleh kasus kekerasan, mulai dari pencabulan terhadap anak di bawah umur hingga dugaan pembunuhan yang menimbulkan ketakutan dan kemarahan publik.
Situasi ini memunculkan keprihatinan mendalam karena banyak korban justru berasal dari kalangan yang rentan, sementara proses penanganan hukumnya kerap dinilai lambat dan tidak memberikan rasa keadilan yang seharusnya mereka terima. Ketika pelaku belum juga dihukum secara tegas, masyarakat merasa bahwa hukum hanya bekerja keras untuk mereka yang punya pengaruh dan akses, sementara rakyat kecil harus menunggu atau bahkan terabaikan.
Kondisi ini menggambarkan adanya kesenjangan besar antara penegakan hukum dan rasa aman yang diharapkan warga. Negara semestinya hadir dan memberi perlindungan maksimal kepada korban kekerasan, khususnya anak dan perempuan. Namun jika proses hukum berjalan setengah hati, lamban, atau terkesan tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah, maka publik wajar mempertanyakan komitmen aparat penegak hukum dalam menjaga keadilan. Masyarakat Banten seolah dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa keamanan bukan lagi hak dasar, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan keras di tengah ketidakpastian penegakan hukum.
Menurut saya, kemarahan dan tekanan publik bukanlah bentuk pembangkangan, tetapi simbol protes moral atas mandeknya keadilan. Di negara yang mengaku menjunjung asas hukum dan HAM, suara rakyat harus dipandang sebagai pengingat bahwa keadilan tidak boleh berhenti di ruang persidangan atau meja penyidik, tetapi harus dirasakan nyata oleh korban dan keluarganya. Jika penegakan hukum tetap dibiarkan lamban dan tidak berpihak pada korban, bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum semakin merosot dan rasa aman publik makin terancam.
Kasus kekerasan di wilayah Banten bukan sekadar berita kriminal yang lewat begitu saja, tetapi cermin dari tanggung jawab negara dalam memastikan bahwa setiap warga, terutama yang lemah dan rentan, benar-benar mendapatkan perlindungan. Pemerintah, aparat, dan masyarakat harus mampu menunjukkan bahwa hukum bukan milik golongan tertentu, melainkan hak yang setara bagi semua. Karena ketika keadilan gagal ditegakkan, maka luka korban tidak hanya berhenti pada trauma, tetapi berkembang menjadi rasa hilang percaya terhadap negara yang seharusnya melindungi mereka.

